Jumlah mahasiswa Unej sekarang ini lebih dari 20 ribu mahasiswa yang berasal
dari berbagai daerah. Tentu ini merupakan potensi ekonomi yang luar biasa dalam
meningkatkan perputaran uang yang masuk ke Jember. Keberadaan Unej sekaligus
memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Banyak usaha kos-kosan
dan berbagai aktivitas usaha di sekitar kampus yang bermunculan. Tidak dapat
dipungkiri, Unej memberikan wajah tersendiri bagi kota Jember sebagai salah
satu kota pendidikan terpandang di Jawa Timur, selain Surabaya dan Malang.
Saat-saat rintisan pendirian perguruan tinggi di Jember, salah satu yang tahu
banyak adalah Ir Suhardjo Widodo MS. Dia adalah putra keempat alm R. Soedjarwo,
mantan bupati Jember yang juga salah satu perintis berdirinya Unej.
Menurut Suhardjo, periode cikal bakal pendirian Universitas Jember mulai tahun
1957-1964. “Ini diawali dengan munculnya gagasan tentang pentingnya suatu
universitas di kota Jember. Tokoh yang mempunyai gagasan tersebut adalah dr R.
Achmad, R. Th. Soengedi, dan M. Soerachman,” ujarnya.
Ketiga tokoh tersebut akhirnya berhasil mendirikan Yayasan Tawang Alun. Tujuan
pokok yayasan tersebut adalah mendirikan Universitas swasta Tawang Alun
(Unita). Pada waktu, Unita berdiri baru memiliki sebuah fakultas, yakni
Fakultas Hukum.
“Pada masa itu, Unita belum mempunyai gedung, masih menempati Gedung Nasional
Indonesia (GNI) Jember dan Sekolah Menengah Pertama Katolik Putra Jember,”
kisahnya.
Memasuki tahun 1959, ujar pria kelahiran 21 Mei 1949 ini, tuntutan kepada Unita
untuk terus berkembang semakin besar. Maka, atas permintaan warga Unita, pada
26 Januari 1959, R. Soedjarwo diangkat sebagai Ketua Yayasan Unita.
“Secara kebetulan, pada periode 1957 sampai dengan 1964, R. Soedjarwo menjabat
sebagai Bupati Jember dan merangkap sebagai Ketua DPRD Swatantra,” ujarnya.
Boleh dikata, sebagai Bupati Jember waktu itu, R. Soedjarwo mempunyai perhatian
cukup besar terhadap pembangunan pendidikan di Kabupaten Jember.
Ini mengingat bahwa anggaran pemerintah saat itu masih sangat terbatas. Atas
kenyataan itu, untuk menunjang bidang pendidikan, R. Soedjarwo bersama
tokoh-tokoh masyarakat kemudian mendirikan Yayasan Pendidikan Kabupaten Jember
(YPKD) dengan menggali dana dari masyarakat untuk menunjang dunia pendidikan.
“Salah satu cara yang unik dalam mengumpulkan dana, R. Soedjarwo minta
sumbangan dari masyarakat Kabupaten Jember berupa buah kelapa dan botol kosong
untuk dijual. Selanjutnya dananya dipergunakan untuk membantu Unita dan
sekolah-sekolah yang lain,” ujar bapak berputra dua ini.
Dia ingat betul, saat itu dia masih duduk di bangku SMP. Dengan usaha tersebut,
lanjut dia, R. Soedjarwo di kalangan masyarakat terkenal sebagai Bupati Botol
Kosong.
Beberapa sekolah yang sempat dibantu pembangunannya oleh YPKD antara lain,
Gedung SGA yang sekarang ditempati MAN II, gedung SMA I, SMEA, SKP yang
sekarang ditempati SMPN 11 Jember, STM yang sekarang menjadi SMPN X , PGA, dan
SPPMA. “Serta tidak kurang 50 gedung Sekolah Rakyat (SD) termasuk gedung Asrama
Putri di Jalan PB Sudirman yang dibantu,” ujarnya.
Untuk membesarkan Unita, R. Soedjarwo kemudian membantu mendirikan gedung
kampus Unita yang ada di jalan PB Sudirman seluas 656 meter persegi. Gedung
tersebut dibangun di atas tanah seluas 2.160 meter persegi dengan biaya
pembangunan sebesar Rp 23.243,66.
“Dana tersebut bersumber dari dana YPKD. Sejak tahun 1960, Unita semakin
berkembang. Jumlah fakultas, satu demi satu bertambah. Meliputi, Fakultas
Sosial Politik, Fakultas Kedokteran, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan dan
Fakultas Pertanian,” tambahnya.
Seiring perjalanan waktu, untuk menambah prasarana kampus, Unita mengundang
USAID untuk mendapatkan sumbangan berupa alat laboratorium dan buku-buku.
“Kampus Universitas Jember di Tegal Boto, sebenarnya sudah diimpikan R.
Soedjarwo. Saat itu tahun 1960, Tegal Boto masih berupa daerah terpencil
bagaikan “pulau mati” dan tidak bisa dijangkau transportasi darat,” ujarnya.
Untuk membuka daerah tersebut, R. Soedjarwo mulai membangun jembatan di jalan
PB Sudirman arah ke Jalan Mastrip pada 1961. “Jembatan tersebut baru selesai
tahun 1976 dan hingga kini dikenal sebagai jembatan Jarwo, ” ujarnya.
Nah, awal 1961 Yayasan Unita mulai merintis upaya agar Unita bisa berstatus
negeri. Untuk itu, R. Soedjarwo mengadakan koordinasi dengan segenap pengurus
yayasan, pengurus Unita, tokoh-tokoh daerah, termasuk anggota DPRD.
“Sidang DPRD pada 19 April 1961 akhirnya menghasilkan keputusan menetapkan
resolusi,” ujarnya. Resolusi tersebut isinya menyangkut beberapa hal. Pertama,
tentang memperkuat ide pembukaan Fakultas Kedokteran, kedua mengirim delegasi
yang terdiri dari Ketua DPRD menghadap Pemerintah Pusat, dan ketiga Universitas
Tawang Alun agar diakui sebagai Universitas Negeri.
“Langkah selanjutnya, Yayasan Unita mengirim beberapa delegasi untuk menghadap
Menteri PTIP waktu itu dipegang Prof Mr Iwa Kusumasumantri,” ujarnya.
Hasilnya memberikan harapan baru, pemerintah akan menegerikan Unita bersama-sama
dengan Unibraw pada 20 Mei 1962. Untuk menyongsong rencana tersebut, ujar suami
EM Evi ini, Yayasan Unita kemudian mengirim kembali delegasinya pada 14-24
Maret 1962. Namun di luar dugaan, telah terjadi pergantian Menteri PTIP, yaitu
Prof Dr Ir Thoyib Hadiwidjaja yang mempunyai kebijakan baru bahwa tidak
membenarkan penegerian dua universitas dalam satu provinsi secara bersamaan.
Akibat penundaan penegerian Unita tersebut, Unita akhirnya diintegrasikan ke
Universitas Brawidjaya Malang berdasarkan SK Menteri PTIP No1, tertanggal 5
Januari 1963. Hal ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat Jember dan
mahasiswa Unita khususnya.
Melihat hambatan tersebut R. Soedjarwo terus berusaha dengan mengirim delegasi
ke Jakarta hingga mendapat dukungan dari DPRD untuk mendesak pemerintah pusat
untuk menegerikan Unita menjadi universitas negeri secepatnya. “Jerih payah R.
Soedjarwo dengan dibantu pihak-pihak terkait, akhirnya membuahkan hasil dengan
terbitnya SK Menteri PTIP No 153 tahun 1964 tertanggal 9 November 1964 tentang
Didirikannya Sebuah Universitas Negeri Jember,” paparnya.
“Sejak Unita menjadi Universitas Negeri R. Soedjarwo tidak aktif dalam
mengembangkan Universitas Jember,” ujarnya. Menurut Suhardjo, dalam
perkembangan Universitas Jember hingga maju pesat dan menjadi besar hingga
berskala nasional tidak lepas dari peran dua Rektor terakhir yaitu Prof Dr
Kabul Santoso MS dan Dr Ir T Sutikto MSc.
Tahun ini Universitas Jember akan berdies natalis ke-45. Melihat perjalanan
Universitas Jember hingga maju pesat seperti ini, tak salah jika dalam dies
natalis tersebut ada suatu apresiasi yang memadai bagi founding fathers
Universitas Jember yang telah bersusah payah membangun pendidikan di
Jember.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar